“Assesmen Nasional Dapatkah Mengembalikan Esensi Belajar?”

Humas (MAN15)— Bertempat di Ruang Serbaguna Perpustakaan Kemendikbud RI, salah satu pendidik MAN 15 Jakarta, Intan Irawati, S.Pd., M.Si. hadir sebagai salah satu narasumber diskusi publik dalam acara Beranda PSPK yang diadakan oleh Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan Indonesia. 19/12

Diskusi publik bertajuk “Assesmen Nasional Dapatkah Mengembalikan Esensi Belajar?” ini menjadi topik hangat lantaran Nadiem Makarim,menteri Kemendikbud mengeluarkan kebijakan ‘Merdeka Belajar’ yang mengatur empat hal yakni penilaian USBN secara komprehensif, perubahan sistem UN, penyederhanaan RPP, dan penerapan sistem zonasi yang lebih fleksibel.

Dengan menggandeng Bapak Bukik Setiawan (Peneliti PSPK & Ketua Kampus Guru Cikal_red) sebagai moderator, diskusi ini juga menghadirkan pembicara – pembicarakompeten di antaranya Wakil Ketua Komisi X DPR RI,Dr. Ir. Hetifah S, M.PP., Kepala Balitbang Kemdikbud RI, Ir. Totok Suprayitno, Ph.D., dan Anindito Aditomo, Ph.D. (peneliti PSPK &peneliti Leibniz Institute for Research and Information in Education).

Acara yang berlangsung dari pukul 13.00 s.d 16.00 petang ini berisi rangkaian kajian pemaparan assesmen pendidikan di Indonesia, tanggapan kebijakan pusat terkait perubahan Ujian Nasional, USBN, alternatif ujian yang ideal untuk siswa Indonesia, mengetahui berbagai praktik yang dilakukan guru dan sekolah, serta kebijakan-kebijakan asesmen pendidikan yang berpihak pada anak dan para pemangku kepentingan.

Diskusi publik yang dihadiri kurang lebih 100 peserta dari berbagai kota dan profesi ini tidak hanya menyimak pemaparan tetapi turut pula menyumbangkan kritik dan saran terhadap kebijakan asesmen ‘Merdeka Belajar’ yakni asesmen kompetensi minimum dan survei karakter yang diklaim oleh pemerintah siap diterapkan pada 2021 mendatang.

Untuk mewujudkan itu, Anindito menyatakan perlu adanya upaya mengubah mindset guru, “Sebelum keterampilan dan kapasitas itu yang harus diubah mindset“. Saya kira ungkapan seperti guru harus menyiapkannya seperti apa, nanti ujiannya kayak gimana dan seterusnya itu menunjukkan kecemasan. Pola pikir yang tepat adalah bukan asesmennya, melainkan apa yang perlu dilakukan guru untuk membuat siswanya lebih pintar, tumbuh kembangnya lebih baik.”

Pada kesempatan itu, Intan Irawati menceritakan pengalaman best practice yang mengantarkannya menjadi juara 1 Guru Berprestasi tk. DKI dan juara harapan 1 tk Nasional tahun 2019 Kementerian Agama. “Assesmen yang saya lakukan di kelas tidak hanya menguji kognitifnya saja, tetapi juga nilai sikap dan keterampilan.

Sekolah kami yang mayoritas muridnya itu tipikal kinestetik memerlukan kegiatan pembelajaran yang interaktif apalagi remaja milenial saat ini yang gila internet. Jadi pembelajaran penggunaan aplikasi seperti quis berbasis internet Kahoot!, Quizizz, dan assesmen keterampilan berbasis proyek seperti membuat jembatan berbahan baku spageti dibuat untuk menarik minat belajar Fisika.”

Ditanya mengenai pendapatnya mengenai asesmen, Hetifah selaku anggota DPR RI berujar, “Asesmen tetap perlu untuk menilai sistem pendidikan nasional sebagai pertangungjawaban terhadap masyarakat. Pemerintah harus memberi pembinaan yang intensif.

NGO dan komunitas juga dapat membantu dalam meningkatkan kapasitas guru. Anggaran pendidikan sangat besar dan setiap rupiah harus ada akuntabilitasnya.” Hal ini langsung ditanggapi oleh Intan, menurutnya hasil asesmen harusnya dijadikan instrumen untuk membantu sekolah “Jangan seperti selama ini, sekolah yang nilai UN-nya kurang tidak mendapat bantuan. Yang nilai UN baik justru mendapat bantuan hingga kadang berlebih.”(fn)..red/humas15-asb

Comments are closed.